When i was frustrated

Sebetulnya ini banyak melenceng dari tulisan-tulisanku sebelumnya. Kali ini aku akan berbagi pengalaman pribadiku mengalami hemorrhoid. Namanya hemorrhoid, keren kan? Tapi itu sama sekali tidak keren, kalian pasti asing mendengarnya, sebut saja wasir. Ya...aku menderita wasir diusiaku 25th, terbilang muda kata salah satu dokter, mungkin beliau belum menemukan pasien yang lebih muda dariku.
Bagi sebagian orang, pasti merasa wasir adalah penyakit yang memalukan, tak jarang mereka lebih sering menyembunyikan penyakit ini, aku sendiri lebih senang berbagi, bukan karena aku tak malu, tapi biarlah cukup aku yang rasakan, kalian sebisa mungkin jangan. Aku tidak sedang menakuti, tapi kalian harus tahu, pada satu dua orang, wasir mungkin hanya datang 2-3hari. Tapi, aku mengalami lebih dari satu setengah bulan, dan setiap hari itu aku lewatkan dengan ketakutan luar biasa saat menjelang buang air besar. Dan disaat itu aku sadar, nikmat sehat yang selalu Allah berikan, luput dari rasa syukur. Sakitnya tak bisa aku jelaskan, hanya saja mampu membuatku menangis, mengaduh, keringat deras bercucuran, aku bahkan merasa saat itu mungkin adalah ajalku. Sakit haid yang aku sering alami tiba-tiba menjadi terasa lebih menyenangkan ketimbang sakit ini. Dan sakit ini pula, yang menjadikanku amat membutuhkan orang-orang disekitarku.
Minggu ke-4 saat sakitku mencapai puncaknya, saat dokter menyarankanku meminum obat jenis laksatif, aku minum sesuai anjuran, 2tablet. Hari jum'at sepulang bekerja, kuputuskan meminum obat itu, kuharap esoknya membaik. Tapi aku salah, malam itu aku semakin tidak bisa tidur menahan perih, obat pereda nyeriku habis, berusahaku tahan, tak kuat air mataku ku bendung, mengingat dosa-dosa yang kulakukan, aku pada saat itu hanya mampu berdoa, ku tunaikan shalat 2 raka'at, itupun dengan kondisi duduk diantara dua sujud yang tidak sempurna, aku masih berharap Allah berkenan mendengar keluh kesahku, memberiku kesembuhan. Sayangnya, tak lantas jua ku bisa tertidur, aku ingin tidur mataku lelah, tapi tubuhku yang lain memaksaku masih harus terbangun. Wahai bagaimanalah ini...aku semakin mengaduh sejadi-jadinya, pukul 01:00 WIB, tiba-tiba aku merasakan mual dan pusing luar biasa, perutku keram, panas, dan membesar. Wahai Allah...dosa apa yang hendak Kau cabut dari dalam diri hingga perihnya sesakit ini. Tak henti bibir ini berucap, astagfirullah, ampuni dosa-dosaku ya Allah. Adzan subuh berkumandang, berusaha ku berjalan. Obat itu mulai memainkan perannya, tiba-tiba saja aku dilanda ingin buang air besar dalam keadaan perutku masih keram, tak terbayangkan untuk sekali feses itu keluar aku harus berkeringat banyak, dan kali ini keinginan itu bertubi-tubi, aku pasrah, semakin ku menangis, badanku menggigil bergetar hebat, aku sungguh takut sekali kala itu Allah mengambil nyawaku. Ya Allah.. seandainya hari ini adalah hari terakhir aku hidup, ampunilah dosa-dosaku, dan ijinkan aku untuk bisa sholat subuh.
***
Perkiraanku meleset, aku si pemikir arrogant merasa paling hebat, berpikir itu akan membuat fesesku lebih lunak, nyatanya salah. Feses itu lebih keras dari biasanya, obat itu hanya membuatku ingin mengeluarkan semua isi perutku, jadilah aku perlu berusaha lebih keras menahan rasa sakit. Sekitar satu jam aku baru melangkahkan kaki, berusaha kutunaikan shalat 2rakaat, kali ini tanpa salat sunnah yang mengalahkan dunia dan seisinya.
Mataku lelah, pikiranku menerawang jauh, kuputuskan menelpon ibuku, berharap rasa sakitku minimal berkurang, tapi lagi-lagi tidak, lagi-lagi aku salah, duh bagaimanalah ini, pusing semakin menjadi, anus terasa makin panas, makin ngilu dibuatnya, aku berbaring, kupejamkan mataku, beruntung aku, akhirnya aku bisa sedikit tertidur. Kulihat hpku bergetar, aku tahu itu pasti ibu. Tak kuasa aku meraihnya, ibu maafkan aku.
Ya Allah...inginku pulang, sakit kali ini betul-betul tak bisa kutahan. Aku masih butuh bantuan, prinsipku untuk meminimalisir merepotkan orang, kini sudah aku hancurkan sendiri.
Pukul 09:00WIB, panggilan telpon itu ku angkat. Aku putuskan untuk pulang, tapi menunggu kondisiku sedikit membaik, begitu kataku. Diamku hanya bisa berbaring. Perutku yang keram belum juga mereda. Keringatku tak henti bercucuran. Aku sendiri tak tahu kenapa.
Minyak telon tak mampu meredakan rasa sakit diperutku. Pukul 11:00WIB rasa panas itu tak jua mereda, dalam keadaan menahan sakit dari segala penjuru, aku coba berdiri, bolak balik dikamarku yang hanya seukuran 3m itu. Subhanallah, andai rasa sakit ini adalah sakit saat menunggu sang buah hati, mungkin akan jauh bagiku lebih bersabar.
***
Aku bersiap, setelah dzuhur aku putuskan untuk langsung pulang. Jarak dari kostanku ke terminal cukup dekat, hanya membutuhkan waktu 15menit jika menggunakan motor, aku seperti biasa mengandalkan ojek online. Waktu 15menit itu sungguh membuatku semakin tersiksa karena jalanan dipenuhi polisi tidur, bukanku mendramatisir, benjolan itu semakin terasa menjadi.
Tiba di terminal, aku mual, lupa mengisi perutku, 2lontong mengisi perutku. Kunaiki bus, bus melaju, tapi kali ini sang supir mencari penumpang, memaksa belok, mengetem dijalur yang bukan seperti biasanya, sekali lagi aku hanya bisa pasrah, bercucuran air mataku, menahan sakit rasanya duduk, kini perjalanan bukan lagi 5-6jam, tapi 9 jam, sambil sedikit aku miringkan dudukku, barulah ku tertidur.
***
Ibu menelpon, menanyakan dimana posisiku, waktu itu masih di Pasir Koja. Kebetulan 2 pengamen naik, menyanyikan lagu virza, suaranya khas, indah. Sayang, tak seindah suaranya. Aku turun didepan terminal bertuliskan leuwi panjang itu, saat turun baru kulihat tasku terbuka, hp-ku lenyap, innalillahi...aku bahkan sudah tak bisa lagi menangis, tak henti hatiku berdoa, berusaha menenangkan diri, qodarulloh, ini semua kehendak Allah, Allah yang mengijinkan dia mendapat rezeki, tapi Allah tak ridha. Pengamen itu, aku tahu dia yang melakukannya, saat turun tiba-tiba saja dia mendorongku, ya itu mereka. Qodarulloh...kesekian kalinya aku kehilangan, mungkin saja sedekahku masih kurang, salah satu temanku bilang, itu karena aku ceroboh, aku tidak ingin berpikir seperti itu, aku tahu sekali seperti apa aku menjaga semuanya, kali itu saatnya Allah takdirkan aku kehilangan, Allah akan ganti dengan lebih baik. Setengah 9, aku berpikir tentang semua data di hp-ku, no ku, semuanya, takut disalahgunakan, email, akun2 lainnya yang tak pernah aku log out. Semua itu yang aku pikirkan, ya Allah menangis lagi aku, hei...akulah si wanita lemah itu sekarang, macam di film sinetron. Drama tak berkesudahan.
Dari leuwi panjang aku masih harus menempuh waktu 2jam untuk sampai ke rumahku. Aku memutuskan pulang ke rumah kakakku, yang tak jauh dari terminal, tapi sungguh hatiku lebih ingin sampai di rumah, maka setelah sampai di rumah kakakku, aku meminta kakakku yang lain menjemput. Kalaulah aku tak punya kakak2 seperti mereka, yang senantiasa menyayangi keluarga, entah jadi apa aku. Alhamdulilah, semua karena Allah adil, semua karena Allah sayang. Meski tak kudapati kasih sayang dari seorang bapak, mereka sebagai kakak ipar, Allah takdirkan menyayangi aku dan ibukku.
***
Sampai di rumah pukul 11:00WIB, ibu menyiapkan sayur sop, air hangat untukku mandi, lega sekali sampai di rumah. Esoknya, aku masih terbaring. Saat pagi datang, tetanggaku dengan baik hati menyarankan meminum daun handeuleum, dalam bahasa Jawa dikenal dengan daun ungu. Beruntung sekali, aku bahkan tak pernah keluar rumah, sungguh mereka sangat baik. Ibuku yang sudah tak kuat berjalan, sangat terbantu dengan kebaikan mereka. Aku apalagi, ingin menangis rasanya, Allah maha baik, mengirimkan pertolongan dari segala penjuru. Lepas meminum air rebusan, perutku ingin buang air besar. Betapa kagetnya aku, darah mengucur seperti darah haid. Bukan lagi mneyatu dengan fesesnya. Tetanggaku menyarankan untuk di terapi. Aku yang saat itu merasa semua obat dokter adalah sama tak berpengaruh apapun. Mengiyakan, bentuk ikhtiar lainnya.
***
Di rumah Pak Yaya, beliau bapak dengan gelar insinyur, rumahnya sederhana, ditanami berbagai macam tanaman obat, istrinya kulihat tengah selesai menunaikan shalat saat aku dan kakakku datang, masyaAllah. Dengan halus dia mempersilahkan kami duduk.
Dari kejauhan kulihat para sajarna berjejer, kutebak itu adalah dua anaknya. MasyaAllah, pastilah bapak ini luar biasa. Benar dugaanku, sang bapak datang, raut muka sederhana tak lantas menutupi kecerdasannya. Kakiku dipijit, mengaduh kesakitan luar biasa, sambil sesekali berbincang, dari obrolannya aku tahu bapak ini seorang yang berilmu, dia mengatakan perutku panas, aku sering menahan lapar katanya, itulah yang mengakibatkan wasirku bertambah parah, katanya dia belajar akupuntur, setiap kali ada pelatihan dia selalu ikut, sampai dia benar-benar paham, katanya lagi minimal untuk keluarga. Beliau bercerita anaknya mengenyam pendidikan di Gontor. MasyaAllah, orang tua hebat, menghasilkan anak-anak luar biasa. Tak henti bapak itu mengingatkanku, jangan sampai meninggalkan salat malam, meminta diberi kekuatan saat salat, untuk bisa menjalankan kewajiban, beliau memberiku nasihat tentang penciptaan manusia sebagai khalifah, penciptaan manusia untuk beribadah. Terhenyak aku, Allah seolah mengingatkan banyak hal.
Sepulang dari terapi, aku mulai merasakan kemajuan, aku berhenti mengkonsumsi obat dokter yang membuatku merasakan sakit keram, alhamdulilah perutku membaik, saat buang air besar, meski rasa sakit itu masih ada tapi sedikit berkurang, dan darah masih mengucur, tapi tak mengucur deras lagi.
***
3 hari kemudian aku kembali memeriksakan diri, obat lagi. Tiba-tiba gatal disekitar anus ku semakin menjadi, sesekali tanpa sadar aku menggaruknya. Dan alangkah kagetnya aku, benjolannya semakin membesar. Perjuanganku belum usai, aku masih harus bersabar, dan esok hari aku berjuang lagi sendiri di kostan, merasakan perih yang tak bisa orang lain rasakan. Atau mungkin aku harus bersiap, untuk tidur semakin larut.
Dalam setiap sakit, Allah angkat senyum kita, tapi Allah juga angkat dosa kita. Semoga Allah berkenan memberikan kesembuhan kepada siapa saja yang membutuhkan kesembuhan. Aamiin

Comments

Popular posts from this blog

Mencari asa yang hilang (part 3)

Manusia langka lainnya

Dibalik layar seorang rupawan