Mencari asa yang hilang (part 3)

Jalanan stasiun itu basah, nampak genangan di lubang-lubang jalanan menganga, meski tak banyak. Gadis itu berat melangkah, lebih berat lagi untuk membalikan badan, sekedar pamit untuk yg terakhir kalinya. Dia tak mau menjadi luka dalam daging. Dia juga wanita, ditikamnya hatinya sedalam2nya, sampe terisak, masih tak kuasa jua dia membalikan badan, ini bukan adegan AADC katanya dalam hati. Ada hati yg harus dijaga. Berjalan memasuki gerbong kereta. Duduk disamping seorang bapak, ia abai, usianya mungkin belum genap paruh baya. 

Embun melihat ke samping jendela, melihat sesosok Angin masih berdiri disana, raut mukanya penuh kesedihan. Entahlah bagaimanapun pilihan sudah ditetapkan. Air mata Embun jatuh bercucuran, terisak, tersedu, pun tak kuat lagi terus memandang. Bapak disebelah itu menyapa, ditanyanya turun dimana? Entah mungkin sekedar basa-basi, lanjut dia berkata " Perpisahan itu memang selalu berat. Tapi, pada akhirnya semua akan berpisah, matipun kita sendiri. Pertemuan itu entah sekedar hadir atau menjadi takdir. " 

Embun menjawab sekenanya, "iya pak". Dalam hatinya memikirkan apa yang dikatakan bapak itu, "Engkau takdir atau sekedar hadir?" Mungkin kah semua bisa berubah sekejap seperti membalikan tangan. Ah...kacau sekali pikirannya, mana mungkin. Deraian air mata terus mengalir, kali ini lebih senyap, berusaha menata hati dan pikirannya. Dia melihat keseliling, banyak yg sudah terlelap termasuk bapak disampingnya. Kereta itu melaju menerobos dinginnya malam. Embun mulai merasakan lelah, tangisnya mungkin habis, dia tertidur. 

--------------------------------------------------------------------

Tiba di kamarnya, seperti lelah yang berkelanjutan, oh apalah, padahal sebelumnya dia sudah jalan-jalan, kebahagiaan itu sirna secepat itu, muncul penyesalan andai dari dulu mereka bisa lebih sering bertemu, tidak hanya sekedar bercengkrama menghabiskan waktu. Ah tapi sudahlah, apa yang melewatkanmu tidak akan menjadi milikmu. Dalam keadaan hancur, diri sendirilah yang akan setia untuk bertahan. Mungkin tak sekarang tapi waktu akan berbicara. 

Tak mudah, tentu. Suatu hal yang indah memang tidak untuk dilupakan, bagaimanapun hadir adalah bagian dari takdir. Biarlah, bukankah daun yang jatuh tak pernah membenci Angin? Begitu katanya. Biarlah kenangan itu hanya milik mereka, Embun danAngin. 


Hari ini kau pergi meninggalkan diriku

harus tanpamu

Menghabiskan waktuku jelajahi dunia

Dirimu laksana surgaku tempatku mencurahkan

Segala rasa cinta suci tulus di dalam batinku

Tiada yang mau gantikan titah mu di hatiku

Menyejukkan seluruh jiwa melebur ke dasar sukmaku

Haruskah ku berpasrah hadapi semua ini

Mencoba memulainya kembali dengan harap pasti

Namun kadang raguku mengusik damai hati

Membawa kebimbangan dengan harap tak pasti

Adakah di benakmu seberkas celah rasa

Meskipun semu semata hilangkan kesedihan

Dirimu laksana surgaku tempatku mencurahkan

Segala rasa cinta suci tulus di dalam batinku

Tiada yang mau gantikan titah mu di hatiku

Menyejukkan seluruh jiwa melebur ke dasar sukmaku

Dirimu laksana surgaku tempatku mencurahkan

Menyejukkan seluruh jiwa melebur kedasar sukmaku



x

Comments

Popular posts from this blog

Manusia langka lainnya

Dibalik layar seorang rupawan