Posts

Mencari asa yang hilang (part 3)

Image
Jalanan stasiun itu basah, nampak genangan di lubang-lubang jalanan menganga, meski tak banyak. Gadis itu berat melangkah, lebih berat lagi untuk membalikan badan, sekedar pamit untuk yg terakhir kalinya. Dia tak mau menjadi luka dalam daging. Dia juga wanita, ditikamnya hatinya sedalam2nya, sampe terisak, masih tak kuasa jua dia membalikan badan, ini bukan adegan AADC katanya dalam hati. Ada hati yg harus dijaga. Berjalan memasuki gerbong kereta. Duduk disamping seorang bapak, ia abai, usianya mungkin belum genap paruh baya.  Embun melihat ke samping jendela, melihat sesosok Angin masih berdiri disana, raut mukanya penuh kesedihan. Entahlah bagaimanapun pilihan sudah ditetapkan. Air mata Embun jatuh bercucuran, terisak, tersedu, pun tak kuat lagi terus memandang. Bapak disebelah itu menyapa, ditanyanya turun dimana? Entah mungkin sekedar basa-basi, lanjut dia berkata " Perpisahan itu memang selalu berat. Tapi, pada akhirnya semua akan berpisah, matipu

Kepada langit sore

 "Sudah lama garis pena tak lagi tergambar, mungkinkah semua karena sudah tak ada ada lagi cerita? Aku rindu masa itu, saat aku dengan riangnya bercerita, lalu kau dengan setia mendengarkan, bahkan tak jarang mengejekku. " Apadaya rindu Embun kepada Angin, hanya akan berlalu bersama debu.  Embun melanjutkan tugasnya. Hari ini pekerjaannya lebih banyak dari biasanya, terpaksa harus mengurus purchase order lebih banyak. Entah sudah berapa banyak laporan yg ia kerjakan. Hari-harinya kini hanya disibukan dengan pekerjaannya. Embun berusaha menikam keras rasa rindunya yang tak bertuan dengan lebih banyak menyibukan diri. Baginya pilihannya hanya satu, meratapi nasib atau bergegas menjalani takdir.  Pemberitahuan dilayar masuk, terekam memori saat bersama Angin dulu. Oh Tuhan, kenapa gadis itu masih saja menyimpan segala memori kenangan tentang dia. Embun menyimpannya dalam rapat-rapat, serapat itu menjadi kenangan indah baginya, berusaha menjalani takdir, berusaha tersadar bahwa i

Melepas rindu ke Gunung Dempo (Part 1: perjalanan di bus)

Dor...! Maafkan aku yang baru saja kembali dari masa pemulihan. Kali ini aku akan bercerita tentang perjalanan mendaki Gunung Dempo. Seperti biasa kalian akan tahu jika kusebut mereka Palanus, ya kami menamakan diri kami dengan sebutan itu, dulu itu iseng saat salah seorang teman nyeletuk dan bilang, Palanus aja " Pecinta Alam Nusa Bangsa " ( karena dari sanalah kampusku berasal) perlahan nama tersebut bergeser maknanya, karena banyak juga kami melakukan pendakian yang justru dengan teman yang tak berasal dari kampus yang sama, namanya tetap Palanus , tapi nus dalam kata itu kini berubah menjadi nusantara, bahkan Pa sekalipun tak lagi menjadi pecinta alam, tapi penikmat alam, kami ternyata belum siap mengemban nama pecinta, pecinta mana yang belum bisa melakukan apa-apa demi alamnya? tentu saja kami hanya bagian dari para penikmat alam itu. H-7 Sebelum Keberangkatan " Ri, kayanya hanjar gak bisa ikut deh soalnya ada kuliah mendadak, dan jatah buat gak masuk udah ha

Ketika Ibu berpulang

Rabu, 29 Mei 2019 Dari meja kamar yang hanya satu-satunya itu, dering hp-ku berbunyi, kulihat kontak bernama ibu sayang, ku angkat, tapi kali ini bukan suara ibu, samar terdengar, "Bibi, ibu dibawa ke RS AMC." Begitu kiranya ponakanku menelpon. Aku terdiam, pikiranku melayang, tiba-tiba pikiran ini penuh dengan kegelisahan, tentang sesuatu terburuk kemungkinan terjadi. Hari itu, malam ganjil 23 ramadhan, aku yang berniat melakukan itikaf bersama kak Syura, kak Asma, dan Runi kubatalkan, kondisi jalanan jakarta betul-betul macet total, zona merah terpampang dimana-mana, malam itu adalah puncak arus mudik, sungguh bukan tentang tarif yg mahal, tapi ojek2 online yg biasa kuandalkan pun nyaris tak ada ada satupun yg trsangkut. Kugelar sajadahku, ada yg berbeda dalam doaku kala itu, lirihku berdoa, tak henti air mata ini menangis, bercengkrama selayaknya seorang sedang mengadu. "Allah, sembuhkanlah ibuku, angkatlah segala penyakitnya, mampukan aku untuk membahagiakan ibu

Mencari asa yang hilang (part 2)

Image
30 menit berlalu. angin semakin terasa menyeruak, bau khas tanah lembab, aromanya tercium samar, rupanya cuaca sedikit berawan, langit mendung menjadi pertanda akan datangnya hujan. Perlahan mata sang gadis terbuka, setengah tak bersemangat, saat tertidur pikirannya bisa terlupa, saat bangun ia merasa kawanan kabut kembali datang menyelimuti hatinya. Masih dengan mata setengah terbuka dia tiba-tiba saja terkejut, karena nampak didepannya sesosok manusia yang ia harap ada disampingnya, dipejamkannya lagi matanya, ia tau itu hanya mimpi dan angannya, maka kali kedua dia mencoba membuka mata, hampir saja ia menangis. sosok didepannya memang bukan Angin.  Pria itu perlahan melambaikan tangannya, memastikan gadis didepannya benar benar tersadar. "Eh...Biyu, Embun tidur lama banget ya? maafin abis nyenyak banget angin sepoi-sepoi." Embun bertanya seraya memperbaiki posisi duduknya. "Engga kok, tapi lumayan juga sih 30 menitan kali ada, udah yuk, keburu hujan, bentar lagi s

When i was frustrated

Sebetulnya ini banyak melenceng dari tulisan-tulisanku sebelumnya. Kali ini aku akan berbagi pengalaman pribadiku mengalami hemorrhoid. Namanya hemorrhoid, keren kan? Tapi itu sama sekali tidak keren, kalian pasti asing mendengarnya, sebut saja wasir. Ya...aku menderita wasir diusiaku 25th, terbilang muda kata salah satu dokter, mungkin beliau belum menemukan pasien yang lebih muda dariku. Bagi sebagian orang, pasti merasa wasir adalah penyakit yang memalukan, tak jarang mereka lebih sering menyembunyikan penyakit ini, aku sendiri lebih senang berbagi, bukan karena aku tak malu, tapi biarlah cukup aku yang rasakan, kalian sebisa mungkin jangan. Aku tidak sedang menakuti, tapi kalian harus tahu, pada satu dua orang, wasir mungkin hanya datang 2-3hari. Tapi, aku mengalami lebih dari satu setengah bulan, dan setiap hari itu aku lewatkan dengan ketakutan luar biasa saat menjelang buang air besar. Dan disaat itu aku sadar, nikmat sehat yang selalu Allah berikan, luput dari rasa syukur. Sa

Dibalik layar seorang rupawan

Kau benar tentang Allah Maha baik, seketika aku tersadar, aku lupa dan memaksa semua berjalan atas dasar skenarioku, padahal Allah amat baik. Aku telah lebih dulu curiga mengapa semua kepahitan hidup tentang satu kisah bernama cinta itu terjadi padaku. Aku lupa bahwa dalam doaku aku selalu meminta yang terbaik, dan mungkin kau memang  bukan yang terbaik untukku, tapi untuknya.  Rentetan kejadian satu persatu terbongkar, itulah manusia merasa benar paling pintar menyembunyikan kesalahan, aku tak habis pikir semua hal manis yang kau torehkan dalam kisah hidupku ternyata tak hanya untukku, aku salah selama ini merasa paling spesial dimatamu. Ya...aku bodoh. Aku tak menyangka novel pemberianku justru jadi sesuatu yang indah untuk orang lain. Sekali lagi aku bodoh, percaya dengan begitu mudahnya. Ini bukan sebuah tentang keikhlasan, penerimaan takdir, lebih dari itu. Aku merasa terbodohi luar biasa, saat satu persatu kejadian terungkap. Kamu tak lebih dari seorang pembohong. kamu yang k